Lawan “Bullying” dengan Citra Positif

Akhir-akhir ini, semakin sering kita baca di media masa baik cetak atau daring yang memberitakan terkait kasus bullying dan disertai dengan kekerasan fisik. Pelaku dan korban bullying rata-rata masih berumur remaja atau usia sekolah menengah. Terbaru, kasus salah satu anak pejabat pajak yang mem-bully sekaligus melakukan kekerasan fisik terhadap korbannya yang relatif usianya lebih muda daripada pelaku kekerasan. Lalu, muncul pertanyaan “Mengapa fenomena bullying yang disertai kekerasan fisik ini masih sering terjadi?” “Apakah ada yang salah dengan sistem pendidikan kita?”atau “Bagaimana peran orang tua dalam mendidik anaknya di era teknologi ini?”

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu mengurai apa faktor-faktor penyebab bullying. Pertama, dampak negatif dari media sosial. Data dari lembaga internasional We Are Social menunjukkan bahwa ada 167 juta pengguna aktif medsos di Indonesia per Januari 2023. Hal yang mengejutkan, para remaja yang menjadi pengguna aktif dan cukup besar populasinya dalam menggunakan internet dan media sosial akan mudah terpengaruh informasi bohong. Contoh kasus penganiayaan yang dilakukan oleh geng motor di beberapa wilayah di Indonesia yang menyebabkan korban luka dan jiwa,sungguh sangat memprihatinkan.

Kedua, hal yang memengaruhi terjadinya bullying adalah karena salah pergaulan. Betul kata pepatah, temanmu adalah cerminan dirimu. Maka, ada baiknya kita berhati-hati dalam memilih teman untuk anak-anak kita. Betul, memang kita tidak bisa mengatur pertemanan anak-anak kita. Namun, kita bisa memberikan dan mengarahkan untuk memilih sahabat yang terbaik dan melakukan kegiatan yang positif. Diskusi kelompok, study club, kegiatan ekstrakurikuler adalah contoh-contoh dari pergaulan yang positif.

Faktor ketiga adalah perasaan superior atau relasi kuasa. Beberapa pelaku bullying merasa mereka memiliki “power” untuk melakukan kegiatan bullying bersama teman-teman satu kelompoknya. Biasanya hal ini terjadi karena mereka merasa memiliki kedudukan yang “lebih tinggi” daripada korban bullying baik dari segi ekonomi, jabatan orang tua dan penampilan fisik, sehingga membuat korban menjadi inferior dan tidak berani melakukan perlawanan.

Faktor terakhir berasal dari keluarga si pelaku bullying. Dampak negatif seringnya melihat orang tua bertengkar di rumah atau mengalami kekerasan fisik dari keluarga sendiri dapat mengakibatkan pelaku mencari korban pelampiasan atas kekesalannya, sehingga pelaku mencari target atau sasaran dari rasa kesalnya atas peristiwa yang terjadi di rumah. Dan, kebanyakan kekerasan fisik yang disertai bullying terjadi di lingkungan sekolah.

Kemudian, pada tahun 2022, Kemendikbud melakukan survey terkait potensi perundungan atau bullying di sekolah, hasilnya ditemukan bahwa 24,4 persen potensi perundungan dapat terjadi di sekolah di bawah naungan Kemendikbud. Dan yang menarik, dari survey tersebut sekolah yang telah memiliki program sosialiasi tentang bahaya bullying dan kekerasan fisik dan juga program mitigasi apabila terjadi kasus tersebut mengalami kemungkinan kecil terjadinya kasus bullying dibandingkan sekolah yang tidak memiliki program sosialisasi terkait bullying. Oleh karena itu, sangat penting bagi kepala sekolah dan dinas Pendidikan untuk menggalakan program ini dengan optimal.

Menurut penulis, ada beberapa cara baik yang berasal dari diri sendiri atau orang lain yang dapat diterapkan dalam melindungi dari aksi bullying.

Citra Diri Positif

Ada pepatah mengatakan Experience is the best teacher. Berdasarkan pengalaman penulis, dengan senantiasa berpikiran positif akan meningkatkan rasa percaya diri kita dalam bergaul dan ketika menghadapi masalah. Rasa rendah diri atau minder dapat membuat korban menjadi semakin terintimidasi pelaku bullying.  Dengan menampilkan citra diri yang postif mulai penampilan, prestasi, cara berbicara dan sikap akan membuat kita tidak menjadi target dari pelaku bullying karena image positif yang ditampilkan. Strategi tersebut dapat diterapkan dari hal yang sederhana.

Pertama, ubah cara berjalan, berbicara dan berpakaian. Cobalah untuk senantiasa berpikir dan berbicara yang positif dalam berinteraksi. Hal ini akan membuat Anda disegani atau minimal tidak dipandang sebelah mata. Kedua, tampilkan prestasi terbaik Anda. Tidak harus juara pada suatu kompetisi, akan tetapi disini, lebih kepada menghargai diri sendiri, misal Anda telah berhasil berpidato di depan umum dengan memberi sambutan, atau menjadi MC atau pembawa acara di suatu kegiatan di sekolah sehingga membuat Anda bangga terhadap prestasi tersebut. Hal ini cukup untuk meningkatkan citra positif diri Anda. Terakhir, sikap yang sopan, ramah, dan senantiasa membantu orang lain akan memberikan dampak positif bagi lingkungan di sekitar Anda, sehingga mudah-mudahan dapat menghindari dari perilaku bullying di sekolah.

Penerapan Pola Hidup Sehat

Pola hidup sehat juga penting dalam membangun citra diri yang positif, karena dapat membantu dalam meningkatkan rasa percaya diri yang baik. Beberapa contoh dari perilaku hidup sehat antara lain tidak tidur terlalu malam atau begadang, mengkonsumsi makanan yang sehat, bangun pagi, rajin berolahraga, minum air putih, dan istirahat yang cukup. Kebiasaan hidup sehat akan membantu melahirkan pikiran dan karya yang positif,. Dampaknya akan menghadirkan teman-teman yang sefrekuensi dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari aksi bullying. Hal ini sesuai dengan norma-norma yang diajarkan oleh agama manapun untuk senantiasa mengasihi dan menyayangi makhluk hidup di muka bumi. Semoga.

*Doni Alfaruqy (Koordinator Itera Press)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.